Sepenggal cerita novel yang masih saya rilis karena enggak kelar-kelar dan gak sempet nyelesain... tapi masih dalam proses penyelesaian... :P
Do You be My Edelwise...

Namun nampak seberkas cahaya pagi
menyinari seorang anak laki-laki yang duduk menyendiri di sebuah pohon yang
seakan menemaninya dan menjaganya selalu... dan selalu menghibur hatinya saat
dia tidak diizinkan bermain bersama teman-temannya yang lain karena beranggapan
dirinya aneh dan sifatnya yang pendiam, serta tidak mahir dalam berbagai permainan
sehingga selalu menyebabkan tim main yang bersamanya pasti selalu kalah, dia
selalu dijadikan anak bawang, tapi akhirnya dia dikucilkan karena tidak ada
yang mau bermain dengannya.
Hati kecilnya berkata semua seakan
tidak adil baginya, yang dia inginkan hanyalah bermain dan bercanda tawa
seperti yang lain. Tapi, dia hanya bisa melihat dan memandangi teman-temannya
dari kejauhan.. dengan sunyinya pagi di hari ini untuk dirinya namun tidak
untuk yang lain. Randi kecil hanya bisa menuangkan semua apa yang dia lihat dan
rasakan dalam secarik kertas yang berisi gambar... gambar dari isi hatinya yang
merasakan dinginnya dunia tanpa seorang teman.
Semua berlalu bagi dirinya hingga usia
6 tahun, seperti hari-hari yang telah berlalu pohon dan rumput masih setia menemaninya
dan berusaha untuk membuat Randi kecil tersenyum disaat dia duduk kesepian
tanpa seorang pun bersamanya. Entah tanpa ia sadari sudah banyak gambar
buatannya, dari setiap hal yang ia lihat... Sepintal khayal dan sekilas mimpi
tergores dalam secarik kertas.
Pada suatu ketika saat dia sedang
asyik menggambar Randi kecil tak sadar sedang diperhatikan oleh seseorang. Dia
pun menghampiri Randi yang tengah duduk dibawah pohon.
“Hai”,
sebuah kata tulus dengan senyum mengembang keluar dari mulut seorang anak
perempuan yang tidak dia kenal yang tiba-tiba datang di hadapannya. Entah
mengapa saat dia melihat senyumannya itu ada yang berbeda dari dirinya. Dia
tahu kalau anak itu berbeda dari teman-temannya yang lain.
“Hai
juga”, kata Randi sambil mengembangkan senyumnya yang lebar juga membalas
senyuman anak perempuan tersebut sehingga membuat anak perempuan tersebut
sedikit tertawa karena melihat giginya Randi yang jarang-jarang tersebut..
“Kamu
lagi ngapain?”, tanya anak perempuan itu
“Aku
lagi gambar-gambar aja”, sambil asyik melanjutkan ngegambar.
“Kok,
gak main sama yang lain sih?”
“Engga
ah aku males main sama mereka”
“Kenapa
emang?”
Sejenak Randi terdiam, dan kemudian menjawab
pertanyaannya.
“Aku gak dibolehin ikut main sama
mereka”
“Kok
gitu? Emang kenapa?”
“Engga
tau pokoknya engga boleh aja sama mereka, padahal aku mau ikut main”, kata
Randi sedih.
“Yaudah kamu main sama aku aja” pinta
anak perempuan itu.
Seakan Randi tidak percaya akhirnya ada yang mau main
sama dia. Senyum kecilnya kembali melebar, dan cerah hari seakan
menghangatkannya dalam dinginnya pagi saat itu. Tapi karena ada sedikit
keraguan Randi kecil bertanya pada anak perempuan tersebut..
“Kamu
mau main sama aku?”
“Iya,
aku mau main sama kamu.. emang kenapa?”
“Aku kan
ceroboh, kalau main juga sering kalah, dan anak-anak yang lain menganggapku
aneh” jawab Randi dengan sedih bercampur polosnya.
“Kalau
kalah atau menangkan wajar dalam permainan, jadi engga perlu dipikirin, dan
emangnya kamu aneh ya? Aneh apanya? Perasaan engga ada yang aneh deh badan kamu
normal-normal aja.. gak ada bedanya sama yang lain..” kata gadis kecil itu
meyakinkan Randi.
“Tapi…”, kata Randi masih ragu.
“Udah deh ayo kita main aja dulu..
tapi-tapinya entar aja”, kata gadis tersebut sambil menarik tangan Randi. Dan
karena Randi ingin sekali bermain ajakan anak tersebut akhirnya dia terima.
“Oh iya nama kamu siapa?”, tanya
anak itu.
“Nama aku Rllandi. Nama kamu siapa?”,
sambil berusaha mengucapkan huruf R yang masih susah dia ucapkan untuk
seumurannya. Anak perempuan itu pun jadi tertawa melihat tingkah Randi saat
mengucapkan huruf R.
“Haha, nama aku Arina. kamu kaga bisa
ngomong huruf R ya Randi?”,menjawab pertanyaan Randi dan masih tertawa.
“Iya nih aku masih belajar baca
huruf R, Ah.. aku panggil kamu Ina aja ya biar gampang, abisnya nama kamu ada
Rllnya sih…”, kata Randi sambil berusaha ngomong R lagi.
“Hahahah… yaudah ga apa-apa deh… aku
juga panggil kamu Andi aja ya boleh engga?”
“Loh kenapa Ina? Kan kamu bisa ngomong
R?”
“Engga
kenap-kenapa sih… biar enak aja manggilnya” jawab Ina sambil tersenyum.
Melihat senyum Ina lagi, Randipun semakin bersemangat untuk
main.
“Yaudah,
Ayo kita main Ina”, ajak Andi lagi lebih bersemangat.
“Iya ayo
Andi”, keduanya saling melemparkan senyuman.
Sepulang dari bermain Randi menceritakan teman barunya
kepada ibunya yang sedang menyiapkan makan siang di dapur. Dengan antusias dan
senangnya ibunya mendengarkan, bagaimana Randi bermain tadi, bagaimana dia
menikmati harinya yang berbeda. Tapi, ada sekelibas rasa sedih dimata ibunya
ketika Randi menceritakan kisah hari-harinya itu..
Sebenarnya ibunya senang karena Randi punya seorang teman
baru yang mengerti dia, dan akhirnya dia jadi tidak pemurung dan pendiam lagi
hingga berubah menjadi anak yang ceria. Namun ada hal yang harus dia
ketahuinya, tapi ibunya menahannya sampai waktunya tiba agar dia tak kecewa
jika itu terjadi.
Setelah
kejadian itu hari-hari sepi Randi selalu penuh dengan canda tawa, pohon dan
rumput yang selalu menemaninya juga ikut merasakan apa yang dirasakan Randi
kecil saat ini. Keceriaan hati dan
semangatnya selalu ada di setiap saat karena, ada yang selalu menemaninya. Suka
duka dia lewati bersama gadis kecil itu. Ya… Arina selalu ada saat Randi
membutuhkan…
Kisah hidup selalu semanis es kirm rasa
coklat untuk anak-anak yang masih belum mengenal dunia lebih luas dari
pandangan mereka...Termasuk untuk kedua anak ini yang masih berumur muda untuk
mengetahui semuanya... suasana dibawah pohon selalu membuat kedua anak ini
merasa nyaman akan semuanya... randi yang selalu asik dengan dunianya sendiri,
dan juga arina sebagai teman kecilnya yang selalu ada untuknya saat randi
sedih... ketika suatau hari Arina menanyakan sesuatu kepada Randi...
“Kamu suka bunga apa sih?”
“Ah, aku? Suka bunga apa? Hmm.. aku kan cowo jadi ga suka bunga”
“Bukan berarti cowo ga boleh suka bunga kan? Ayo apa?
“ Apa ya... aku suka bunga sepatu kayanya”
“Kenapa kamu suka bunga sepatu?”
Sambil menggaruk-garuk kepalanya sebentar randi pun
menjawab,“namanya juga bunga sepatu pasti bentuknya kaya sepatu, terus kalau
sudah tumbuh dan mekar nanti bisa aku pake”
“Di pake dimana emang? Selipin di kuping?”
“Ya dipake dikakilah namanya juga bunga sepatu”
“Ih kamu... kata ibuku itu bunga sepatu engga mirip kaya sepatu”
“Huuu... sok tahu.. emang kamu udah pernah liat bunga sepatu?”
“Belum...” sahut ariana pelan
“Namanya juga bunga sepatukan, pasti jadi sepatu” sanggah randi sok tahu
“ah tau ah... bingung ngomong sama kamu”, dengan pipinya yang lucu dan tembem
arina pun jadi cemberut.
Melihat arina kecil cemberut ngegemesin randi kecilpun
membujuk meminta maaf..
“ya kamu marah ya na? Maaf dong na.. aku kan engga tau... emangnya kalau kamu
suka bunga apa sih?”
Seketika arina pun kembali ceria dan antusias menjawab pertanyaan randi.
“Aku paling suka bunga Adelwise” jawab arina senang”
“Emangnya bunga Adelwise tuh bunga apa sih? Apa bagusnya bunga itu?
“Kata ibuku bunga adelwise itu bukan hanya cantik tapi disebut juga bunga
abadi, jadi jika kita memberikan bunga itu pada seseorang maka akan jadi abadi”
“Apanya yang abadi tuh?” tanya randi lagi bingung
“Eeeh... iya ya... apa ya... aku juga ga tau, kata ibuku ya gitu”
Entah berapa lama tapi randi sudah mengutak-atik apa yang
ada di kepalanya, lalu akhirnya dia menjawab dengan mantap layaknya laki-laki
dewasa.
“Kalau gitu aku mau cari bunga itu”
“Nyari? Buat apa kamu cari ?”
“Buat aku kasih ke kamu...biar pertemanan kita abadi” dengan senyum polosnya
menjawab.
“Tapi kalau kamu kasih juga.. aku engga bakal mau terima”
“Loh kenapa Ina? Kamu engga mau berteman sama andi ya?” dengan sedih bertanya.
“aku tuh lebih suka melihat adelwise tumbuh di tanah. Kalau dipetik nanti
bunganya enggak cantik lagi”
“Oh, yaudah nanti andi bakal bawa ina ke tempat yang ada banyak adelwisenya”
dengan semangat dan tersenyum-senyum berjanji.
“Janji ya Andi?” sambil mengulurkan kelingkingnya
“Iya aku janji Ina” segera menyambut kelingking ina dan tersenyum
polos.
Senja menjelang dan matahari mulai beristirahat dari
lelahnya hari ini. Sore berganti malam... dan matahari berganti bulan yang
menyinari malam itu...
Malam itu di tempat tidurnya harapan dan impian
terkumpul.. janji satu kata yang ia harus tepati, dan harus ia wujudkan untuk
Arina temannya....
***
“Randi ayo bangun, mandi terus ganti
baju…”, suara lembut dari seorang ibu terdengar membangunkannya yang masih
terkantuk dan terlelap dalam mimpinya.
“Mau kemana sih ma…? Rlandi masih
ngantuk nih”
“Kita mau pindah rumah Randi” jawab
ibunya.
Seketika Randi terbangun dan langsung menyerang mamanya
dengan seribu pertanyaan dan tolakan karena tak ingin pindah.
“Loh kok
mama ga bilang sih? Kan andi dah seneng disini, punya temen, punya taman dan
pohon yang bagus.. ga usah pindah ya mah… ga usah pindah...”
“Randi
maaf kalau mama engga bilang dari kemarin tapi ini mendadak”
“Ah, mama tar gimana sama Ina temen aku?”
“Kamu samperin aja terus pamitan sama
dia”
“Yaudah
aku mau temuin Ina dulu ma”, dengan segera sudah siap mengambil ancang-ancang
lari, tapi ibunya menyuruh dia untuk mandi dulu.. Dengan cepat odol dan sikat
gigi dipakainya, tidak karuan hingga mulutnya belepotan.. busa pasta gigi berhamburan
dimana-mana.. sabunan juga sekelibas saja ke badannya. Dan akhirnya setelah
selesai berpakaian Randi mengambil buku gambarnya lalu segera menuju pintu
keluar. Dia melihat ibunya sudah mulai memasukan barang-barang ke mobil.
“Ma, aku
mau ke taman dulu ya... mau pamit sama Ina”, teriak Randi sambil berlari pergi
meninggalkan rumahnya.
“Iya Randi.. jangan lama-lama”, ibunya menyahut.
Melewati jalanan hari itu Randi ingat pagi
dimana dia sering bersepeda disini.. dia ingat kapan dia terpeleset masuk
selokan, ketiban pohon berduri, hingga harus dikejar-kejar anjing tetangga,
namun ketika dia mendapatkan seorang teman dia tidak ingin kehilangannya.. dia
ingin selalu ada bersama Ina…
Keadaan taman masih sepi, lampu-lampu
taman juga masih menyinari bangku kayu yang berwarna coklat tua. Dan cahaya
mentari pagi masih malu-malu menyinari sekitar.. embun pagi masih mengerubungi
rumput-rumput yang layu dalam dinginnya pagi ini… Randi menunggu di bawah pohon dimana
tempat ia biasa bertemu dan bermain dengan Ina..
Sepintas dia melihat bayangan Ina dalam benak
pikirannya...
Bagaimana dia membuatnya tersenyum, bagaimana dia membuat
hari-harinya menjadi berwarna, bagaimana dia bisa membuat Randi menjadi anak
yang begitu spesial dari yang lain...
Waktu berlalu semakin cepat.. matahari yang bermalu di
balik awan kini telah mulai berani menampakan cahayanya... lampu-lampu taman
satu persatu mulai padam dan orang-orang mulai menampakan kesibukannya
masing-masing. Namun Randi masih belum melihat Ina..
“Randi
ayo kita berangkat… ayah sudah menunggu di sana”, suara ibunya tiba-tiba
memanggil dari dalam mobil.
Karena bingung Ina tidak lekas datang juga, Randi menaruh
buku gambar di bawah pohon tempat biasa dia duduk.. dan berharap Ina dapat
menemukannya...
“Ayo
Randi nanti keburu telat kejar pesawatnya” panggil ibunya lagi.
Dengan harapan Ina akan datang dan menemukan buku gambarnya,
Randi pergi meninggalkan pohon dan rumput-rumput taman yang selama ini telah
menemaninya hingga hari ini. Menjauh dari taman kenangannya bersama Ina...
“Ina aku
pergi dulu ya... maaf jika aku belum bisa nepatin janji aku”
Randi segera bergegas pergi menuju mobil dan meninggalkan
taman itu dengan keramaian yang mulai semakin padat.
***
Di pagi yang mulai ramai dan taman
yang mulai dipenuhi orang-orang yang terlarut dalam kesibukan paginya, seorang
anak perempuan datang ke sebuah pohon dan menemukan buku yang terjepit diantara
kedua belah akar pohon yang sudah berwarna coklat kekuningan dengan ulir pohon
yang nampak menebal. Ya, seorang anak perempuan itu adalah Ina... kali ini
bukan lagi Randi yang menunggu... tapi kini Arina yang menunggu... menunggu
Randi yang meninggalkannya di saat semua terasa indah baginya.... Dia ingin
mengejar Randi tapi dia tak tau kemana harus pergi...
Dia ingin bermain lagi dengan Randi tapi mustahil...
Sebuah perasaan mulai menghinggapi diantara celah hati
mereka...
Kini, Pohon dan rumput-rumput teman Randilah yang akan menemani Ina saat dia tersepi dari semua. Saat menunggu
Randi dan berharap dia kan kembali...
***
“Adelwise adalah bunga yang sangat langka karena hanya
tumbuh di tempat tertentu seperti di gunung Mahameru, dan dia memiliki warna
yang indah dari bunga yang lain”
Adelwise... Sepertinya kata itu pernah kudengar...
“Janji ya andi aku akan dibawa
ketempat yang banyak bunga Adelwisenya”
“Iyah aku janji ina...”
Dari kata itu seolah akan kupastikan
janji itu terwujud...
Bukan menepati janji seperti seorang
teman tapi ada yang lain, rasa yang lebih dari seorang teman...
“Hey ngelamun aja! Nanti ketahuan Bu Aria baru tahu rasa
lu” kata Adi mengagetkan Randi yang saat itu juga tersontak kaget dan langsung
membuyarkan lamunannya barusan. Tapi karena Bu Aria telah memperhatikan dia
dari tadi, dia pun menegur Andi.
“Lagi mikirin apa kamu Randi Astrawijaya?”
Randi pun kaget bukan kepalang karena Bu Aria menegurnya
apa lagi dia tidak mendengar apa yang dijelasin tadi.
“Kamu tadi dengar apa yang ibu jelaskan?” tanya bu Aria lagi makin membuat
Randi bingung.
“Eh... Emm... tadi saya mikirin apa yang tadi ibu jelasin” jawab Randi asal dan
sekenanya.
“Berarti kamu taukan apa yang ibu jelaskan tadi... kalau gitu ibu mau kamu buat
ringkasan tulisan tentang apa yang kamu pikirin tentang penjelasan ibu dan yang
buat kamu sampai ngelamun begitu” kata bu aria.
“Yah bu.. bukan berarti saya ngelamun saya mikirin apa yang tadi ibu jelasin”
kata Randi gugup.
“Berarti kamu ngelamun karna sesuatu bukan karena pelajaran?” tanya bu Aria
rada kesal.
“Bukan Bu maksud saya...
“Randi, kamu ibu hukum merangkum buku
paket bab 1 samapi bab 3. Sekarang!”, perintah bu Aria yang marah memotong
perkataan Randi. Mau tidak mau akhirnya Randi merangkum dan akhirnya dengan
susah payah dia bisa menyelesaikan tugasnya pas jam istirahat berbunyi...
“Ah, gile cape banget ngerangkum
segitu banyaknya... tangan gua ampe keriting gini!” kata Randi kesalnya sambil
menggerak-gerakan pergelangan tangannya yang pegel-pegel.
“Lu juga sih... ngelamun pas pelajaran
Bu Aria, dah tau Bu Aria sesepuh para Guru yang paling galak di sekolah ini”
timpal Adi melihat tugas Randi selesai.
“Gua juga engga tau tiba-tiba gua
inget sesuatu pas Bu Aria tadi ngejelasin” kata Randi.
“Yaudah deh lain kali jangan sampe
ngelamun lagi ndi.. tar disuruh ngerangkum satu buku paket lagi bisa keriting
tuh tangan” Sahut Adi.
“Iye-iye engga lagi deh” balas Randi.
“Oh, iya...Yo, anterin gua bayaran sekolah yu”
“Engga ah.. gua mau langsung ke
kantin, gua laper banget” jawab Tio sambil memegang perutnya.
“Kalau gitu tunggu gua di kantin aja,
tar gua nyusul”
“Sip” kata Tio sambil mengacungkan jempol dan
tersenyum unjuk gigi layaknya iklan pasta gigi di tv.
Keadaan Tata Usaha saat itu tidak terlalu ramai hanya
satu sampai dua murid saja yang mengantri jadi tidak akan mati kebosanan karena
ngantri bayaran, seperti saat Randi bayaran di tanggal 10. Yang biasanya saat
dia datang sudah ada 1 baris panjang antrian murid-murid yang ingin bayaran
bahkan sampai ke lapangan dan bikin Randi bosan menunggu.
“Haah... sekali-sekali bayaran tepat waktu enak juga ya, engga nunggu lama”
sahut Randi sambil menghela nafas lega.
Sampai akhirnya tiba giliran Randi dan saat dia mau
bayaran ada seorang cewe yang langsung nyelak dia bayaran.
“Eh, ngantri di belakang gua bisa kali”, kata Randi ketus.
“Sorry, gua buru-buru”, balas cewe itu seadanya.
“Dih, enak banget lu ngomong.. tau ga yang bikin negara kita ini engga
maju-maju? Karena banyak orang yang kaga disiplin, apa lagi Cuma buat budayain
disiplin antri” balas Randi kesal dan panjang lebar.
“Yeee... Malah ceramah, udah ah gua duluan. Cowo ngalah sama cewe” balas cewe
itu lebih ketus.
“Wah, rus.. belum selesai Randi ngomong, tiba-tiba di sekitar terasa ada gempa.
Gempa lokal yang pernah dirasain sama Randi dan anehnya gempa ini getarannya
terasa semakin dekat... dan semakin dekat... Tiba-tiba terdengar suara teriakan
keras seseorang “Awas! Ada badak!! Ada badak!!”. Otomatis karena penasaran
Randipun menoleh ke belakang tapi belum sempat dia menoleh serasa ada tumbukan
benda atau apapun itu yang menabraknya dirinya sehingga membuatnya terpental
dari depan TU bersama cewe yang mau bayaran tadi juga. Layaknya korban tabrak
lari, Randipun tersungkur kesakitan. Dengan masih menahan rasa sakit dia
berusaha melihat apa yang menabrak dirinya.
Ternyata itu adalah temannya yaitu Tio yang sedang berlari di ruang koridor,
Randi pun langsung teriak kesal memarahinya.
“Woi, Tio!!! Jangan lari-lari di
koridor dong!!”
“Sorry ran, gua lagi dikejar-kejar sama beruang kutub!” dengan sempatnya
membalas panggilan Randi, sambil terus menyerukan “Awas ada badak!” untuk
memberitahukan setiap orang yang ada di depannya supaya segera menyingkir dari
jalanan.
Karena bingung dan penasaran apa yang mengejar temannya , Randi segera bangun
dan lagi-lagi dia tertabrak sesuatu dan kali ini dia yakin bukan badak lagi
yang menabraknya tapi beruang kutub yang diberi tahu Tio tadi. Dengan rasa sakit yang
berkali-kali lipat dan jarak pentalannya yang makin jauh lagi, randi berusaha
bangun dan melihat siapa yang menabraknya lagi. Dan ternyata ada cewe gendut
yang berlari mengejar Tio sambil berteriak “Wooiii...! Gajah
Lampung, balikin kue gua!!”
Dengan rasa engga percaya karena ada dua satwa liar yang lepas dari kebun
binatang dan nabrak dia ampe dua kali diapun kembali bangun dan berharap engga
ada satwa lain lagi yang bakal nabrak dia untuk ketiga kalinya.
Tapi malahan bukan satwa kebun binatang yang menyambut dia, kali ini malah
pawang satwanya yang datang dan menolong Randi.
“Eh, ada pawang satwanya!?” kata Randi kaget.
“Enak aja, gua tadi yang mau bayaran sama lu” jawab cewe itu meringis kesakitan
sambil membantu Randi berdiri.
“Lah, lu kenapa nyengir-nyengir begitu?”
“Siapa yang nyengir-nyengir sih.. gua
juga abis ditabrak temen lu! Badannya gede amat sih? Trus temen lu ngapain
temen gua ampe dia marah begitu?” tanya cewe itu ke Randi.
“Oh, beruang kutub itu temen lu ya?”
balas Randi bertanya.
“Seenaknya aja lu manggil temen gua
beruang kutub, namanya itu Geni bukan beruang kutub!” jawab cewe itu kesal.
“Sudah deh kita kejar dulu mereka
nanti malah kenapa-kenapa lagi jadinya”, tungkas Randi tidak mau memperpanjang
perdebatan.
“Yasudah ayo kita kejar” sahutnya.
Saat Randi dan cewe itu samapai, Tio dan Geni lagi adu
badan alias tabrak-tabrakan layaknya mobil bom-bomkart di dufan...
“Ee...ee..eeh... udah woi!!” kata cewe
itu sambil Randi memisahkan Tio dan Cewe itu memisahkan Geni.. Tapi tetep aja
nih dua penghuni ragunan masih berantem cekcok mulut.
“Gajah lampung gua kempesin lu! Siniin
ga kue gua!!” kata Geni marah-marah.
“Weeee. Bedug Masjid Istiqlal.. kuenya
dah gua makan, jadi kalau mau diambil.. ambil aja sendiri dalem perut gua..”
ledek Tio.
“Sini lu gua belah jadi dua, enak aja
tuh kue punya gua!”, balas Geni makin kesal.
“Woi udah-udah! Masalahnya emang apa sih lu pada berdua kejar=kejaran ampe
nabrak gua 2 kali?” tanya Randi penasaran.
“Sebelumnya gua minta maaf kalau gua
nabrak lu ampe mental. Jadi gini, gua kan mesen kue coklat kesukaan gua yang
tinggal satu-satunya di kantin. Eh si kantung air temen lu ini tau-taunya
dateng terus ngembat kue gua dan langsung kabur gitu aja. Ya otomatis gua kesel
dan gua kejar dia”, cerita Geni panjang lebar.
“Weits... gua ga ngembat bleh, itu juga gua mesen dari tadi terus gua juga dah
bayar kontan engga nyicil”, tdiak mau kalah Tio menjelaskan.
“Tapi lu gimana sih yo... itu kan dah dia pesen duluan.. masa lu embat juga
sih?”
“Itu kan kue kesukaan gua, mau engga mau apa pun yang terjadi gua harus dapet
walaupun harus berebut sama beruang kutub ini”, Tio menjelaskan.
Disaat mereka sedang mencari solusinya dan siapa yang
salah tidak terasa matahari semakin tenggelam dalam bayang senja yang
menandakan hari semakin sore.
“Oke deh, dari pada tambah pusing. Gini aja... kan gua tadi siang juga beli kue
itu dan belum gua makan jadi kalau lu mau, kuenya boleh buat lu”.
Sepintas Geni berpikir dan sedikit ragu, tapi karena Geni
tau kalau Tio juga suka kue coklat dan keburu diembat lagi sama dia jadinya
dengan segera Geni mengiyakan tawaran Randi.
“Gua ambil dulu deh kalau gitu tunggu bentar ya”,kata Randi.
Ketika mau melangkahkan kaki mengambil kue, sepintas
Randi melihat kartu bayaran di tangannya. Dia ingat kalau belum bayar SPP
sekolah gara-gara kejadian tadi.. Randi pun melihat cewe itu yang sepintas cewe
itu juga melihatnya, dan tau kalau cewe itu juga belum bayaran sekolah.. dengan
tatapan mata yang tajam diantara keduanya layaknya seperti rival yang baru saja
bertemu, dan tau apa yang harus mereka lakukan... langsung saja mereka berdua
lari berlomba ke ruang TU, dengan sekuat tenaga mereka.
***
Dengan kelelahan yang menyeruak membuat badan seperti
batrei yang habis tidak lagi bertenaga Randi pun sampai.. Yang ada di ruang TU
hanya ada papan yang bertuliskan “TUTUP” dan itu juga mengartikan bahwa artinya
Randi harus ngantri bayaran gara-gara ga sempet bayaran hari ini, karena besok
sudah jatuh habis tempo bayaran sekolah dan pastiya besok bakalan ada
segerombolan masa yang pengen bayaran sekolah. Dan pastinya bikin Randi bakalan
bonto alias bosan abis nunggu antrian.
“Yaaah... ampun deh gua mesti bayaran
besok...” muka Randi berubah jadi kusut kaya baju belum disetrika.
Tidak lama kemudian cewe itu datang menyusul Randi dengan
nafas yang tersengal-sengal ,“Dah tutup ya TUnya?”
“Yah...
nanya lagi, lu liat sendiri kan?... terpaksa gua harus bayaran pas jam
istirahat dan ngantri berjam-jam buat bayaran... gara-gara temen lu itu...”
“Eh,
temen lu duluan lagi yang ganggu temen gua.. ngapa jadi lu yang sewot?”
“Iya...iya...Gua
engga debat ah cape... gua mau balik saja kalau gitu”, dengan badannya yang
penuh dengan keringat terkena cahaya sore hari Randi kembali ke kelas dan
mengambil tasnya yang isinya dah kaya bawa batu kali beratnya 2 kilo, karena
pelajaran hari itu bukunya tebel-tebel.
Seandainya tuh tadi cewe ga muncul engga
akan jadi gini ujung-ujungnya Sambil jalan menuju pintu sekolah hatiny
masih sibuk menggumam karena kejadian tadi. Keadaan sekolah yang mulai sepi
mengingatkan Randi saat pertama masuk sekolah ini.
Temaram lampu
yang menyala menghiasi sore yang mulai menggelap...
Dan cat dari
dinding-dinding bangunan yang mewakili waktu yang sudah mereka lewati ketika
membina murid-murid yang menetap.
Keadaan sekolah
makin sepi disaat cahaya sore semakin meredup...
Walaupun memang
bukan sekolah negeri tapi baginya ini sudah cukup, bisa belajar dan mempunyai
banyak teman. Dia ingat terkahir kali harus mengejar guru karena saat dia mau
daftar sekolah, sudah mau tutup. Hampir saja dia terlambat kalau tidak dia
harus mencari sekolah lain yang mungkin fasilitas dan pengajarnnya kurang,
apalagi sekolahnya pasti jauh-jauh.
Sampai
di pintu gerbang sekolah senyum ramah penjaga sekolah menghampiri penglihatan
Randi sejenak, membuat hatinya sedikit mereda karena kejadian tadi.
“Baru
pulang Di?”, tanya Mas Yoti ramah dengan senyumnya.
“Iya,
mas baru pulang.. tadi mau bayaran tutup”
“Besok
aja kalau gitu bayarannya pagi-pagi biar engga ngantri”
“Tapi kan
TU bukanya pas bel masuk mas. Masa mau bolos jam pelajaran?”
“Yah,
kejar aja Bu Feni kaya waktu itu kamu mau daftar sekolah”
“Mas
masih ingat aja tuh kejadian lama, masa mau negajar ampe kerumahnya Cuma mau
bayaran?”
“Ya
iyalah masih inget, orang kamu nanya mulu sama saya tempat daftar dimana
sampe-sampe saya ikut ngejar-ngejar guru yang udah pulang buat ngebantuin kamu,
ya tapi bolehlah itu dicoba kalau kamu lagi iseng”, dengan senyumnya yang tak
pernah lepas dari wajahnya dia tertawa.
“Haha,
iya mas... makasih banget waktu itu, kalau enga ada mas saya dah sekolah
ditepat lain yang jauh dari rumah saya”
“Haha,
iya sama-sama... mas mau ngunci-ngunciin kelas dulu ya tar kemaleman”
“Saya
juga pulang dulu ya mas, tar kemaleman.. dan gak kedapetan angkot yang kosong”,
sambil berjalan menuju jalan raya. Karena letak sekolahnya tidak terlalu dekat
dengan jalan raya tapi harus berjalan sedikit
“Ran,
mau pulang bareng engga? Udah sore loh...” tba-tiba Tio sudah ada disampningnya
dengan motor Megapronya yang setia dengannya kemana-mana.
“Makasih yo... tapi engga deh gua mau
naik kendaraan umum aja ada yang mau gua beli soalnya”, sambil menoleh ke arah
Tio berada.
“Bener
nih? Tar ada itu-tuh...”, gelagatnya yang bikin kocak pun keluar.
“Itu apa
yo?”, Randi jadi penasaran.
“ Itu
tuh yang suka keluar pas malem-malem”,
tio makin serius meluhat ke arah Randi.
“Apaan
sih yo? Gua jadi penasaran nih...”, makin menjadi-jadi penasarannya.
“Itu tuh
yang putih-putih, masa lu engga tau”
“Pocong?”,
terkanya dengan terheran-heran melihat sikap seriusnya Tio.
“Eh-eh
itu ada di belakang lu ndi!!!”, teriak
Tio sambil menunjuk ke arah belakang Randi....
To be continued...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar